Kamis, 23 Juni 2016

Soal dan Jawaban UAS Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik

01 Juni 2012, UAS Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. Masih take home, maaf atas kesalahan soal dan jawaban karena makin ke bawah sepertinya si empunya makin ngantuk (dulu) :)
1. Kreativitas dan kemandirian sangat penting dalam proses pembelajaran.

a. Mengapa?


Jawab:

Kreativitas dan kemandirian sangat penting dalam proses pembelajaran, karena kreativitas memberikan peluang bagi siswa untuk mengaktualisasikan dirinya, kreativitas memungkinkan siswa menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, kreativitas membuka jalan berfikir siswa sehingga lebih inovatif dan menghasilkan output yang lebih baik, dan kreativitas juga dapat meningkatkan prestasi siswa dalam proses pembelajaran. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Dari segi afektifnya, kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dan sebagainya.
Kemandirian juga sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena kemandirian merupakan kunci utama bagi individu agar mampu mengarahkan dirinya kearah dan tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya dan memiliki komitmen yang kuat dalam berbagai hal. Ketika kreatifitas dan kemandirian dimiliki siswa, maka proses pembelajaran akan lebih optimal.

b. Bagaimana pembelajaran yang mengembangkan kreativitas dan kemandirian itu?

Jawab:

Pembelajaran yang mengembangkan kreativitas dan kemandirian tidak lepas dari peran guru sebagai sumber informasi bagi peserta didik. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang.

Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.

Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.

Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.

Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.

Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar.

Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya.

Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya

2. Penyesuaian diri dikalangan remaja sangat penting diperhatikan guru.

a. Mengapa?

Jawab:

Penyesuaian diri di kalangan remaja sangat penting diperhatikan oleh guru, karena ketika siswa mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian diri, sebagai pendidik, guru dapat mengarahkan ataupun menjadi teman sharing bagi siswa. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perilaku bermasalah, perilaku menyimpang, penyesuaian diri yang salah, perilaku tidak dapat membedakan yang benar dan yang salah, dan sebagainya. Jika dilihat dari perspektif psikologi perkembangan, penyimpangan perilaku yang terjadi pada anak-anak di bawah umur dan remaja seharusnya dikategorikan pada kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini adalah perilaku-perilaku yang secara umum tidak dibenarkan oleh norma sosial, seperti tindak pelanggaran di rumah/sekolah hingga ke ranah kriminal. Fase remaja dianggap sebagai fase kebingungan mencari identitas. Remaja membentuk identitas dari apa yang ia lihat (imitasi). Disinilah peran guru dalam mengarahkan para peserta didik untuk meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada peserta didik fase remaja.

b. Apa saja perilaku menyimpang itu?

Jawab:

Penyimpangan perilaku yang terjadi pada anak-anak di bawah umur dan remaja seharusnya dikategorikan pada kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini adalah perilaku-perilaku yang secara umum tidak dibenarkan oleh norma sosial. Berikut ini beberapa daftar masalah yang sering dihadapi remaja:

1. Perilaku Bermasalah (problem behavior)


Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, guru, atau masyarakat. Perilaku malu dalam mengikuti berbagai aktifitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi, problem behavior merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat prilakunya sendiri.

2. Perilaku Menyimpang (behavior disorder)

Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup dan perilakunya tidak terkontrol. Tidak semua remaja mengalami behavior disorder, seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, tidak bahagia, hingga menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Penyebab utama masalah ini adalah persoalan psikologis yang dihadapi remaja.

3. Penyesuaian Diri yang Salah (behavior maladjustment)

Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku mencontek, bolos, dan melanggar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja.

4. Perilaku Tidak dapat Membedakan Benar-Salah (conduct disorder)

Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculakan perilaku anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal, seperti melanggar aturan, tidak sopan terhadap guru, atau senag mengganggu temannya. Selain itu, conduct disorder juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.

5. Attention Deficit Hyperactivity Disorder


Merupakan anak yang mengalami defesiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impuls-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperactif. Remaja di sekolah yang hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadaya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Anak hiperaktif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama temannya.

c. Apa yang sudah terjadi pada diri individu dan lingkungannya sehingga timbul perilaku menyimpang?

Jawab:

Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup dan perilakunya tidak terkontrol. Tidak semua remaja mengalami behavior disorder, seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, tidak bahagia, hingga menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Penyebab utama masalah ini adalah persoalan psikologis yang dihadapi remaja. Penyebab dari diri sendiri yang dapat memicu penyimpangan sosial remaja adalah karena adanya masalah seperti problem behavior, behavior maladjustment, conduct disorder, dan attention deficit hyperactivity disorder. Sedangkan pemicu perilaku menyimpang dari lingkungan seperti pergaulan yang salah, lingkungan yang tidak kondusif, cara didik orang tua pada anak, maupun permasalahan dari keluarga yang dapat mengguncang kondisi psikis remaja itu sendiri.

3. Perkembangan sosial dan moral berhubungan erat.


a. Mengapa guru perlu membantu kedua macam perkembangan itu?


Jawab:

Guru perlu membantu perkembangan sosial dan moral anak, karena perkembangan sosial dan moral pada anak tidak hanya terjadi di rumah, melainkan di sekolah juga. Seperti yang kita ketahui, ketika di sekolah, anak melakukan interaksi baik dengan teman sebaya maupun yang tidak sebaya. Perkembangan sosial anak diasah disini, namun apabila ia bergaul dengan orang dan cara yang tidak tepat, maka akan berpengaruh pada perkembangan moralnya juga.

Pada masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.

Perkembangan sosial dan moral sangat erat sekali kaitannya. Ketika anak mengalami masalah dalam perkembangan sosial, maka perkembangan moralnya pun akan terganggu. Ketika anak tidak mendapatkan pengawasan dari guru, ada banyak sekali kemungkinan yang akan terjadi. Masa kanak-kanak dan remaja merupakan masa labil bagi anak. Anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tidak jarang langsung mencoba menerapkan apa yang baru mereka dapat tanpa memikirkan apakah itu benar atau salah. Ketika apa yang mereka terapkan salah disinilah peran guru dan orang dewasa untuk meluruskan dan menjelaskannya.

b. Apa yang menyebabkan perkembangan social dan moral itu menyimpang?

Jawab:

Perkembangan sosial dan moral anak yang menyimpang tidak lepas dari peranan pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan perkembangannya. Perkembangan sosial dan moral pada anak yang menyimpang tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

a. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis dan terpecah-pecah (broken home) akan menyebabkan anak tidak betah dirumah. Anak akan merasa tidak aman dan mengalami perkembangan emosi yang tidak seimbang. Akibatnya anak mencari bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya bergabung dalam “gang”, kelompok preman, dan lain sebagainya.

b. Pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat yang kurang tepat. Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru, dan tokoh-tokoh di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, prilaku, dan moralitas remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orang tua ataupun pendidik di sekolah menjadi factor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara psikologis kehidupan remaja pada umumnya mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Ketika mereka menemukan sosok idola yang salah, maka hal ini akan mempengaruhi perkembangan social dan moralnya.

c. Kehidupan sosial ekonomi keluarga juga dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan moral remaja. Sebagai contoh, anak-anak di kota besar seperti Jakarta yang begitu banyak merasakan kemewahan yang berlebihan akan cenderung bersifat pemalas, sombong, bahkan meremehkan orang lain. Beda halnya dengan anak yang hidup kurang dari kecukupan.

d. Lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proporsional antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak. Akhir-akhir ini banyak dirasakan beban tuntutan sekolah yang terlampau berat kepada para peserta didik. Siswa tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dipaksa oleh orangtua untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan mengikuti les tambahan di luar sekolah. Faktor kelelahan, kemampuan fisik dan kemampuan inteligensi yang terbatas pada seorang anak sering tidak diperhitungkan oleh orangtua. Akibatnya, anak-anak menjadi kecapaian dan over acting, dan mengalami pelampiasan kegembiraan yang berlebihan pada saat mereka selesai menghadapi suasana yang menegangkan dan menekan dalam kehidupan di sekolah.

e. Pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun elektronik yang acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan. Hal tersebut dapat memunculkan kelompok-kelompok remaja, gang-gang yang berpakaian aneh dan bertingkah laku menakutkan yang hampir pasti membuat masyarakat prihatin dan cemas terhadap tindakan-tindakan mereka. Para remaja tidak dipersatukan oleh suatu identitas yang ideal. Mereka hanya kumpulan anak-anak remaja atau pemuda-pemudi, yang memperjuangkan sesuatu yang tidak berharga, kelompok yang hanya mengisi kekosongan emosional tanpa tujuan jelas.

c. Bagaimana kita sebagai pendidik mengatasinya?


Jawab:

Usia remaja merupakan fase anak mencari identitas dan eksistensi diri dalam masyarakat. Dalam proses pencarian identitas itu, peran aktif dari lembaga pendidikan akan membantu perkembangan sosial dan moral anak agar lebih baik. Berikut beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai pendidik:

a. Mengajak anak sharing. Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari para remaja, tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua.

b. Bersahabat, namun tetap tegas. Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak sudah jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap memanjakan anak secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya tidak dicap sebagai orangtua yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak dianggap sebagai orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman.

c. Memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati. Setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan “kasih sayang” yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.

Yang perlu dipahami bahwa lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan benar-benar merupakan proses untuk menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya.

4. Perkembangan peserta didik menopang kompetensi pedagogik.


a. Tunjukkan kompetensi pedagogic apa saja itu?

Jawab:

Dalam UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang berhubungan dengan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi pedagogik yang dimiliki mata kuliah perkembangan peserta didik meliputi semua point yang tertera pada undang-undang diatas, seperti pemahaman wawasan/landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik.

b. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran yang mendidik itu?

Jawab:


Pembelajaran yang mendidik merukan suatu upaya untuk menyediakan seperangkat kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Tujuan utama pembelajaran pembelajan adalah mendidik peserta didik agar tumbuh kembang menjadi individu yang bertanggung jawab dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ada 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang mendidik, yaitu:

1. Learning How to Know
2. Learning How to Do
3. Learning How to be
4. Learning How to Life Together

c. Berilah contohnya?(4b)

Jawab:

Telah dituliskan sebelumnya terdapat 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang mendidik. Berikut ini contoh dari tiap point tersebut.

· Learning How to Know: Guru dan orang dewasa menciptakan lingkungan belajar yang dapat memicu rasa ingin tahu anak. Misalnya dengan mengajak anak berhadapan dengan lingkungan baru, menghadapkan anak pada gejala yang berbeda dari situasi keseharian anak. Wujud dari perilaku anak yang memiliki rasa ingin tahu antara lain: bertanya-tanya tentang sesuatu, mengamati sesuatu secara seksama, dan ingin mencoba pengalaman/keterampilan baru. Dalam hal ini guru dan orang dewasa lainnya hendaknya menjadi pendengar yang baik, melayani pertanyaan anak tanpa memberikan jawaban yang instan. Selain itu anak perlu digiring pada pengalaman baru yang menyebabkan rasa keingintauannya terpenuhi.

· Learning How to Do: berkecamuknya rasa ingin tahu anak akan memerlukan suatu kompensasi. Anak akan mencoba memahami sesuatu dengan melakukan kegiatan secara langsung. Anak bereksperimen, memanipulasi alat bermainnya, mengkonstruksi sesuatu dan lain sebagainya secara trial and error. Peran guru dan orang dewasa adalah memfasilitasi dengan berbagai sarana/alat permainan manipulative, sehingga anak merasa tertantang melakukansesuatu. Hindari penggantian peran oleh guru/orang dewasa dalam memecahkan masalah anak. Biarkan mereka secara kreatif memecahkan masalahnya tanpa intervensi orang dewasa/guru. Bila diperlukan, guru berperan sebagai partner anak dalam belajar dan bermain sambil mengamati perkembangan anak.

· Learning How to be: Apa yang dilakukan anak pada bagian kedua tadi akan membentuk kepribadian anak. Kemandirian, keuletan, belajar dari kesalahan dan rasa sukses dalam memecahkan oermasalahan akan membuat anak memiliki konsep diri yang positif dan rasa percaya diri yang mantap.

· Learning How to Life Together: Kesempatan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya perlu dikembangkan. Misalnya dengan cara collaborative learning and playing. Kebersamaan, kekompakan, menyadari kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan orang lain merupakan tujuan dari learning how to life together.

5. Dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah seolah-seolah menekankan pada pendidikan intelek, sementara pendidikan karakter (soft skill) kurang diperhatikan.


a. Bagaimana tanggapan anda?

Jawab:

Ketika pendidikan intelek mendominasi pembelajaran di sekolah dan pendidikan karakter dikesampingkan maka akan menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan di masa yang akan datang. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu fokus dalam pembangunan Indonesia. Semua guru memberikan pelayanan terhadap anak didik, baik berupa les privat, tambahan pelajaran, dan ektra kurikuler untuk mempersiapkan anak didik yang pandai. Guru merasa bangga melihat anak didiknya pandai dalam segala hal. Namun, orang tua dan guru sekarang kalang kabut melihat anak-anaknya yang pandai tapi tidak diikuti tingkah laku yang baik, dimana banyak anak yang hilang kendali hingga terjadi perkelahian antar teman/tawarun antar pelajar, tidak disiplin, tidak tanggungjawab dan ketidakjujuran.

Jika peserta didik sudah jauh dari norma-norma yang berlaku, apa yang terjadi kalau kelak mereka menjadi pejabat tidak mempunyai karakter yang baik. Apakah akan berhasil membangun bangsa yang maju, bermartabat, dan berwibawa? Merupakan salah satu tugas guru untuk mendidik dengan pendidikan yang berkualitas yaitu tidak hanya mampu mencerdaskan peserta didik tetapi juga disertai dengan pembentukan karakter yang baik.

b. Apa saja yang perlu anda sarankan kepada guru, pemerintah, anggota DPR, orang tua, agar pendidikan karakter itu diperhatikan dengan sungguh-sungguh.


Jawab:

Pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk, membuat hal yang baik menjadi suatu kebiasaan. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Pendidikan karakter dibutuhkan untuk mencegah setiap perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang dapat merusak pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, peran seluruh orang yang bersinggungan langsung maupun tidak dengan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia mengalami pemerataan, peningkatan dan perubahan. Disinilah diharapkan partisipasi dari orangtua, guru, pemerintah, maupun anggota DPR untuk mendukung, mendidik, mengajarkan, maupun memebrikan contoh pada anak dalam proses pembentukan karakter anak.

c. Kemukakan contoh apa saja yang dapat dilakukan oleh guru, orang tua, pemerintah, dan DPR tentang mendidik karakter anak/siswa?

Jawab:

Hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendidik karakter anak adalah dengan memasukkan pendidikan karakter dalam pelaksanaan pembelajaran, guru juga dapat membiasakan anak didik kita untuk bertanggungjawab, disiplin, jujur di dalam kelas maupun dirumah serta dimasyarakat agar menjadi pembiasaan. Selain pelajaran akademik anak dilatih bertanggung jawab menjaga kelas, piket, mengerjakan tugas, jujur mengerjakan tugas sendiri, disiplin datang lebih awal, mengerjakan tugas tepat waktu, tepat mengembalikan buku, serta guru memberi suatu tugas menjelaskan tentang tanggung jawab, kejujuran maupun disiplin agar anak apa yang dikerjakan bermakna dan mengerti maksudnya serta menjadikan pembiasaan dalam kehidupannya baik disekolah, dirumah serta di masyarakat.

Hal yang dapat dilakukan orang tua yang merupakan tempat pertama pembentukan karakter anak adalah membentuk maternal bonding yang dapat meningkatkan kepercayaan pada orang lain, membuat anak merasa diperhatikan, dan menumbuhkan rasa aman dan percaya sehingga terbentuk kepribadian awal yang baik. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak, tentu saja hal ini membutuhkan perhatian besar dari orang tua. Kemudian orang tua juga dapat memperbaiki pola asuh pada anak yang kurang tepat. Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Pola asuh yang otoriter tentu akan berbeda dengan pola asuh yang permisif.

Saran untuk pemerintah dan anggota DPR adalah memberikan dukungan (maik secara moril mupun materi) dalam pendidikan karakter anak, salah satunya dengan memberikan program pendidikan yang berhubungan dengan pendidikan karakter. Selain itu pemerintah ataupun anggota DPR dapat mengadakan seminar ataupun penyuluhan tentang pendidikan karakter.

2 komentar: